Senin, 09 Maret 2015

Dieng, The Holland Van Java



Dieng—Tanah Para Dewa, itu yang saya tahu sejak duduk di Ibtidaiyah dari almarhum Uwa saya. “Kenapa disebut dengan Tanah Para Dewa Wa?. Karena tanah Dieng di berkati oleh para Dewa dan para Dewa suka bersemayam di Dieng. Dulu peperangan Barathayudha juga terjadi di Tanah Dieng”. Itu dongeng yang saya masih ingat ketika masih kecil. Dulu, saya kira itu benar-benar ada dan terjadi di dunia nyata, tapi setelah dewasa saya paham jika itu sebuah karya sastra lama yang legendaries dan sebuah kepercayaan, jadi silahkan bagaimana Anda menilainya. Tapi bagi saya Dieng adalah Dieng tempat sejuk berjuta cerita, Dataran Tinggi Dieng (DTD) tempat paling terpencil di Provinsi Jawa Tengah yang banyak orang katakan inilah syurganya dunia begitu juga dengan saya. Kenapa menjadi syurganya dunia, jika dilihat secara mendalam dan jauh bukan hanya keindahan alamnya saja yang membuat Dieng makmur, melainkan sumber dayanya dan itu lah syurga dunia.
 


Kadang saat mengingat Dieng seakan rindu pada sesuatu yang “entah itu apa” muncul, mungkin karena saya terlahir sebagai Anggun (Anak Nggunung) jadi saat merasakan hawa Dieng seperti sedang di kampung halaman meski pada kenyataannya kampung halaman saya terletak beberapa puluh kilo dari Dieng. Ya, kampung halaman saya berada pada hilir sungai Merawu yang berhulu di Gunung Prahu DTD. Berbicara keindahan Dieng, tidak akan ada manusia yang tidak berdecak kagum olehnya. Suhu yang kadang dibawah 0°C, berbagai Candi dengan nama-nama Para tokoh pewayangan, Kawah, telaga, hasil bumi yang melimpah, dan tidak kalah sumber energy tenaga panas bumi (Geo DIPA) yang mungkin hanya di miliki oleh Dieng saja di Indonesia. Semua itu adalah sedikit dari Rahmat Alloh yang diturunkan untuk Dieng, tinggal bagaimana manusia pribumi Dieng mampu menjaga amanah tersebut. Dengan sejuta keindahan dan kekayaan yang dimiliki tersebut, Dieng juga menyimpan sejuta misteri dan teka-teki yang sewaktu-waktu dapat mengancam penduduknya. Seperti pada tahun 1950an, beberapa perkampungan di Dieng tertimbun oleh tanah akibat longsor yang kemudian banyak legenda yang menceritakan “Desa yang hilang di Dieng”, atau yang sering terjadi adalah munculnya gas-gas beracun di sekitar area perkebunan. Gas beracun ditimbulkan dari semacam ”rembesan-rembesan” kawah di sekitar DTD tersebut, bahayanya gas tersebut tidak berwarna dan berbau sehingga mampu membahayakan para petani sebab kebanyakan gas tersebut muncul pada celah-celah lahan pertanian warga. Itulah tanda Kebesaran dan Kuasa Alloh, agar manusa senantiasa untuk mengingatNya.

Ada satu hal lagi yang tidak mampu di lepaskan dari Tanah Dieng, yaitu Anak Bajang Dieng atau penduduk setempat menyebutnya Anak Gembel Dieng. Anak gembel berarti anak yang memiliki rambut gimbal layaknya Bob Marley namun ini asli dari lahir. Kelahiran Anak Bajang ini tidak dapat diminta ataupun di tolak, melainkan pemberian dari Sang Pencipta yang oleh penduduk setempat diyakini sebagai titisan Nyi Roro Kidul dan sespuh dari Dieng yang dahulu pertama kali melakukan pembukaan lahan Dieng menjadi pemukiman saat ini (yang masih aneh bagi saya adalah, apa hubungannya dengan Nyi roro Kidul padahal Dieng itu sangat jauh letaknya dengan pantai selatan, hehee). Ya inilah mitologi dan budaya yang memperkaya bumi Nusantara. Rambut tersebut tidak dapat dipotong sampai si anak bajang tersebut memintaya untuk di potong tanpa di paksa oleh siapapun (biasanya anak bajang tersebut juga meminta sesuatu sebagai kado atau hadiah). saat  pemotongan rambut anak bajang ini akan dilaksanakan upacara atau pesta rakyat di kampung si anak tersebut tinggal, pemotong rambut anak tersebut juga dilakukan oleh sesepuh Dieng, konon hanya keturunan dari pendiri Dieng pula lah yang mampu memotongnya.
 


Kebanyakan Penduduk Dieng bermata pencaharian sebagai petani. Hampir sebagian besar di dataran tinggi Dieng tanahnya di gunakan sebagai lahan pertanian. Tanaman kentang Dieng menjadi komoditi utama dan sebagai pemasok nasional. Dahulu saat Aliyah, pernah punya teman yang merupakan asli orang Dieng. Keluarganya bermata pencaharian bertani layaknya orang Dieng lainnya. Namun bedanya petani kentang Dieng dengan petani kentang di daerah lainnya adalah cara berfikir mereka. Dari hasil bumi yang mereka dapatkan, mereka sekolahkan anak-anak hingga perguruan tinggi dan kelak saat lulus dari perguruan tinggi anak-anak mereka akan kembali ke Dieng untuk melanjutkan usaha orang tuanya membangun Dieng. Meskipun tidak semua penduduk Dieng seperti itu. Saat seorang sarjana ahli pertanian kembali pada kampungnya untuk bertani, maka apa yang akan terjadi? Maka kemakmuran suatu daerah yang didapatkan, kemakmuran yang memperhatikan ekosistem lingkungan di daerah sekitar. Ya itulah yang saya dapatkan dari teman saya dahulu. Mereka merantau jauh untuk mencari ilmu dan kembali untuk mengabdi, good job guys!



Selain dari sektor pertanian dan pemandangan alam, suhu Dieng yang lebih sering pada kisaran 10°C kebawah menjadi keberkahan sendiri oleh segelintir orang. Saat ini di Dieng Kulon sedang di budidayakan bunganya negeri kincir angin, ya bunga tulip. Seorang warga Dieng mengembangbiakan bunga Tulip tersebut di Dataran Tinggi Dieng dengan memanfaatkan suhu yang kadang mencapai -0 tersebut. Habitat bunga tulip itu sendiri memang pada daerah berhawa sejuk atau dingin, sehingga sangat cocok sekali untuk di budidayakan di kawasan Dieng tersebut. Jika pemerintah daerah setempat mampu merangkul para petani tulip untuk mengembangbiakan lagi secara maksimal tanaman tersebut, tak ayal Dieng mampu menjadi Holland Van Javanya Indonesia. Jika Garut mampu menjadi Swiss Van Java nya Indonesia dan Bandung adalah Paris Van Java maka kenapa tidak Dieng Menjadi Holland Van Java.


Pict By: Nadhiroh

Sabtu, 07 Maret 2015

so simple



Bukannya saya tidak mensyukuri hidup hari ini, tapi jika boleh meminta saya ingin hidup seperti 6 tahun lalu. Hidup yang penuh dengan perjuangan meskipun dirasa pas-pasan tapi untuk berbagi dengan orang lain rasanya tidaklah sulit. Rasanya sudah tidak perlu tidur nyenyak untuk bermimpi, sebab hidup yang saya jalani sudah lebih dari cukup dengan hadir di tengah 5 saudara yang meski bukan siapa-siapa namun hari ini selalu menjadi tujuan dan sebuah kenangan indah di balik mimpi buruk. 



Entah apa yang saya katakan ini, sungguh rasanya sudah lupa sekali hidup bahagia. Hidup bahagia adalah saat kita bisa tinggal bersama orang-orang yang saling menyayangi dengan tulus serta ikhlas untuk berbagi apapun kepada yang lainnya, sesimpel ini definisi hidup bahagia yang saya artikan tapi susah sekali didapatkan. Ketika sudah mampu hidup bersama dengan saling menyayangi dengan tulus dan berbagi dengan ikhlas, saat kita pergi sejauh apapun pastilah yang diingat adalah masa ketika berjumpa kembali bersama dan pulang adalah prioritas utama. Temanku berkata “karena kau terlalu lama hidup disana, maka hidupmu hari ini adalah semua cerita tentang hidupmu yang lalu itu”. Ada benarnya pendapat tersebut, mungkin realitanya adalah orang-orang disana mereka itu orang yang saya sayangi bahkan lebih dari keluarga sendiri sehingga  setiap terpejam, semua kejadian baik buruk bersama mereka adalah sebuah mimpi indah yang berharga. Bahkan dalam mimpi sadarku pu, kelak aku ingin menua disana, Sesutu yang kecil kemungkinannya tapi selalu aku usahakan dalam doaku. Mimpiku sederhana, hanya ingin hidup bahaagia dan bersahaja bersama orang-orang yang aku sayang tidak lebih daari itu. Itulah mengapa saya ingin selalu kembali dan kembali lagi kesana, sebuah proses yang rumit namun sederhana seperti konsep dan mimpi indahku.
Entahlah… saya hanya ingin mereka merasa bahagia saat bersamaku, karena mereka terlebih dahulu selalu memberikan kebahagiaan-kebahagiaan kecil untukku
Semoga  : )